π Pajak dalam Stabilitas Ekonomi ✍“Benarkah Tidak Ada Untungnya?”
Oleh : Elma Saskya
Suara riuh keramaian berteriak di luar salah satu kantor pemerintahan yaitu Kantor Pelayanan Pajak.
Dengan suara lantang, pria yang akrab dipanggil Bang Bim berteriak menggunakan TOA yang ada di tangannya “Buat apa bayar pajak, kalau ujung-ujungnya dikorupsi?!”
“Benar!! Jangan bayar pajak!” Seru yang lain ikut bersuara.
Dengan langkah sigap pihak keamanan mengamankan jalannya demonstrasi yang mulai anarkis dan tidak tertib, mereka pun menembakkan gas air mata agar orang-orang yang berkumpul dapat bubar dengan segera.
Namun, sebelum Bang Bim melangkahkan kakinya berbalik arah untuk ikut bubar bersama yang lainnya, tiba-tiba saja dirinya melayang ke udara, tanpa diketahui oleh kumpulan manusia yang berlalu lalang disana.
Di tengah kebingungannya, tiba-tiba seekor lebah terbang menghampirinya.
“Halo Bim Bang...” Sapanya ramah.
“Ke- ke- kenapa kau bisa berbicara? Namaku Bang Bim bukan Bim Bang! Siapa kau?!” Tanya Bang Bim kebingungan saat melihat seekor lebah kuning yang dapat berbicara.
“Hahaha, habisnya kau terlihat bimbang. Perkenalkan aku Kojib. Kau jangan bingung begitu. Ayo, ku ajak terbang berkeliling dulu...” Kojib pun terbang seperti seorang tour guide yang siap membawa dan membimbing jalannya Bang Bim.
Bang Bim yang terlihat bingung dengan keadaannya, memutuskan untuk mengikuti Kojib saja.
Di tengah-tengah mereka terbang, mereka melihat sebuah kecelakaan maut yang hampir menewaskan pengendara di jalanan yang rusak.
“Astaga! Apa yang terjadi dengannya? Kita harus menolongnya...” Ungkap Bang Bim terkejut.
“Mereka tidak bisa melihatmu. Tapi, apakah kau tahu? Kenapa kecelakaan ini bisa terjadi?” Tanya Kojib.
“Tentu saja, karena jalanan yang rusak. Sehingga arus transportasi pun terganggu, yang bisa menyebabkan rawan kecelakaan.” Jawab Bang Bim tegas.
“Jalanan rusak ya? Terus kalau jalanan rusak, siapa yang bertanggung jawab untuk memperbaikinya? Kau?” Tanya Kojib lagi.
“Kau gila! Tentu saja pemerintah daerah melalui anggaran pajak yang mereka terima...” Jawabnya kesal.
“Anggaran pajak itu didapat darimana?” Tanya Kojib lagi.
“Ya dari rakyatlah!” Bentaknya keras.
“Bukankah kau salah satu rakyat negara ini?” Kali ini pertanyaan Kojib terasa sangat mengena di hati Bang Bim. Dia pun hanya bisa terdiam, namun masih ada sedikit perasaan tak terima saat Kojib mengajukan pertanyaan tersebut.
Mereka pun kembali terbang, dan kali ini mereka melihat tiga orang anak kecil yang harusnya masih bersekolah, kini tengah menawarkan jajanan ringan yang mereka jual kepada para pengendara di jalanan yang tampak tak berminat sama sekali. Dengan kondisi tubuh yang kurus, baju yang lusuh, dan kaki serta tangan mereka yang kecil mereka berusaha mencari uang dengan berjualan untuk sekedar bertahan hidup. Jangankan bersekolah, untuk makan saja mereka susah.
Bang Bim yang melihatnya pun merasa iba, dan lagi-lagi ingin menolong mereka.
“Kau ingin menolong mereka?” Tanya Kojib yang sama sepertinya sedang menatap ke arah jalanan dimana 3 orang anak itu berada.
Bang Bim pun mengangguk, dan berkata “Seharusnya mereka sekolah, bukan seperti ini. Bukankah pemerintah dapat membantu mereka untuk memberikan dana bantuan kepada anak-anak yang kurang mampu?”
“Ya, kau benar. Pemerintah bisa membantu mereka. Tapi jika rakyat tidak mau membayar pajak, bagaimana pemerintah dapat mengatur anggaran untuk memberikan dana bantuan kepada anak-anak malang itu untuk bersekolah? Dan bagaimana sekolah dapat membantu mereka jika sekolah sendiri tidak mendapat bantuan dana dari pemerintah?”
Bang Bim pun kembali terdiam.
Sedikit banyaknya dia mulai tahu, mengapa dirinya berada di posisi yang membingungkan seperti ini.
“Lihat jalanan semakin macet sekarang. Kenapa? Karena masyarakat memilih naik kendaraan pribadi mereka yang lebih hemat biaya dibanding angkutan umum yang ongkosnya justru lebih mahal dengan fasilitas yang tak begitu memadai. Lagi-lagi siapa yang bertanggung jawab untuk hal ini?” Tanya Kojib lagi.
“Tapi kami juga tak merasa hemat, karena harga BBM yang semakin naik! Jadi sama saja kan, pemerintah tetap tidak berkontribusi dalam hal ini?” Bang Bim mencoba untuk menentangnya.
“Beda, jika masyarakat taat pajak. Pemerintah akan menyediakan fasilitas transportasi umum yang baik, nyaman, dengan harga yang terjangkau. Jadi, masyarakat lebih memiliki pilihan untuk lebih baik naik transportasi umum saja, sehingga resiko kemacetan bisa diminimalisir. BBM yang digunakan pengendara juga tak cepat habis karena macet, dan harga BBM juga bisa disubsidi. Semua itu terjadi jika masyarakat benar-benar taat untuk bayar pajak...” Jelas Kojib.
“Bahkan harga-harga kebutuhan pokok juga bisa turun kalau kita taat bayar pajak, begitu?” Tanya Bang Bim lagi.
“Ya begitulah, karena pajak berfungsi sebagai stabilitas. Dimana dengan pajak, pemerintah dapat memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga. Ini membuat inflasi dapat dikendalikan dan ekonomi berjalan stabil.” Terangnya yang membuat Bang Bim mengangguk paham.
“Jadi kau membawaku seperti ini, karena ingin menunjukkan jika masyarakat taat bayar pajak maka pemerintah juga bisa menjalankan fungsinya untuk memberikan manfaat kepada kami rakyat ini, berupa pengadaan infrastruktur dan fasilitas umum, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan keamanan serta ketertiban. Begitu?” Tanya Bang Bim memastikan.
“Ya, bisa dibilang seperti itu...” Jawab Kojib senang karena Bang Bim mulai paham akan tujuan tur mereka sekarang.
“Tapi itu kan bisa terlaksana kalau pemerintah pajaknya jujur dan amanat. Kalau dikorupsi bagaimana? Bukankah kami bayar pajak hanya untuk menguntungkan mereka saja?” Kali ini Bang Bim terlihat tegas dengan pertanyaannya.
“Bim Bang, belajarlah untuk tidak menggeneralisir semuanya. Kalaupun terjadi korupsi, itu hanya dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan mereka pasti akan mendapatkan hukumannya. Tapi coba kau tinjau ulang tentang perjalanan kita saat ini, jika kau tetap bersikeras untuk mengajak masyarakat untuk tidak perlu bayar pajak. Maka semua hal malang yang terjadi pada masyarakat tadi, akan terus tetap terjadi bahkan bisa lebih parah dari yang sekarang karena negara tidak punya sumber dan upaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Tapi, jika kita ingin mengecilkan ego kita sendiri dan kita bertindak ikhlas untuk bersama-sama membayar pajak untuk kepentingan negara dan rakyatnya, maka satu kontribusi kita ini bisa menolong ratusan juta masyarakat yang ada di negara, dan kita membantu stabilitas ekonomi negara. Bukankah lebih baik seperti itu? Kita tak perlu pusing dengan satu orang yang tak berguna karena telah korupsi uang rakyat, yang kita perlu perjuangkan adalah kesejahteraan rakyat kita dengan membantu negara, salah satunya adalah dengan bayar pajak...” Kini lebah itu berkata dengan memberikan keyakinan yang positif kepada Bang Bim.
“Kau benar. Selama ini aku telah keliru dengan pemahamanku. Aku terlalu mengedepankan kesalahan orang lain, hingga mengabaikan kepentingan orang banyak yang memerlukan bantuanku. Bantuan kita semua...” Jawabnya penuh penyesalan.
Ingatlah satu nasihat bijak dari John F. Kennedy ini kawan.
“Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negara...” Kojib pun tersenyum setelah mengatakan hal itu dan dirinya pun perlahan menghilang dari hadapan Bang Bim.
Sesaat Kojib menghilang, Bang Bim pun terasa tubuhnya terjun bebas karena tarikan gravitasi yang menariknya untuk jatuh ke bawah secara kencang membuatnya berteriak “Aaaaaaaaaaaa...”.
Gedebuk, suara dirinya terjatuh dari atas tempat tidurnya membuatnya sadar bahwa semua ini ternyata mimpi. Tapi, lewat mimpinya ini dia jadi tahu apa sebenarnya manfaat pajak bagi stabilitas ekonomi suatu negara, dan mulai sekarang dia bertekad akan melakukan hal yang sama seperti Kojib untuk memberikan pemahaman yang sama kepada orang-orang di sekitarnya mengenai “Pajak dalam Stabilitas Ekonomi”. Inilah yang bisa dia berikan untuk negaranya.
Comments
Post a Comment